Minggu, 29 September 2013

SELEPAS KAU PERGI, ADA DAMAI DI SINI


Pukul 15.45, handphone bergetar. 1 message received. Biasa, dari wanita idaman yang SEJAK LAMA kunobatkan sebagai cinta pertama. Dalam nomor kontak, tertulis namanya: “Aaaaa @ mama”. Setiap kali dikirimi SMS oleh someone special ini, seringkali saya enggan berlama-lama dan pasti bersemangat untuk segera membacanya. Sebab, dalam SMS-nya tak lupa ia senantiasa selipkan wejangan penyemangat agar tak lupa mendekatkan diri kepada Sang Empunya Kehidupan. Sedikit mendidik dan religius, tentu saja.

Bunyi SMS-nya begini:
Selamat sore Kraeng, neka hemong ngaji latang’t weta ata cucu. Ai diang de genap enem ntaung hia lako ngger le Surga. Eme toe de, ho’o wa’u sekolah hia ga. Nana, aku leng nuk hi enu Eta dite ye…”
(Mungkin begini terjemahan bebasnya: “Selamat sore, Mas. Jangan lupa doakan arwah si bungsu. Karena esok genap enam tahun ia berziarah ke Surga. Kalau tidak, sekarang dia sudah masuk Sekolah Dasar. Mas, mama rindu nona Eta kita…..”)

Bahasa yang sangat sederhana, miskin ngalor-ngidul, To the Point. Tak salah ia memilih bahasa Manggarai untuk menyampaikan pesan ini. Bahasa sederhana, tradisional, namun mampu menyentuh lubuk hati terdalam. Sebab, aku dahulu lahir dari pemilik rahim yang berbahasa tradisional itu. Ternyata, bahasa turut memengaruhi psikis.

Untuk Mama, kutaruh rasa simpatik yang penuh. Seorang wanita bertaburan sedikit helaian uban pada mahkota kepalanya sedang mengenang kepergian buah hatinya. Eta adalah salah satu buah tubuhnya yang telah pergi enam tahun silam. Untuk mereka yang pergi selamanya dan bukan buah tubuhku, aku butuh waktu melepas mereka dalam ketulusan. Bisa jadi, selepas enam tahun, Ibu belum menemukan ketulusan dalam melepaskan. Itulah alasan mengapa aku memberikan rasa simpatik dan empati yang maksimal.

Saat ini, aku paham bahwa Ibu sungguh memiliki buah tubuhnya. Buah tubuhnya adalah tubuhnya. Tentu Ibu tak sudi jika tubuhnya atau sebagian hatinya pergi dan tak pernah kembali. Buah hatinya pasti tak tergantikan. Memoar-memoar indah bersama buah tubuhnya cukup menjadi pereda pilu kepedihan selepas kepergian. Tapi ini tak abadi, kehilangan tetaplah kehilangan.

***

SMS senja ini cukup mencuri perhatian. Selanjutnya, aku terhanyut dalam kenangan pilu 2007 lalu—saat mendengar berita kepergian si bungsu—. Kala itu aku sedang menjalani masa postulat Fransiskan di kota Gudeg, Jogjakarta. Sembari mengenang, kuraih kembali diari edisi lama, tampaknya kumal dan dekil. Mungkin karena kurang diakrabi. Masih tercatat rapih sederet kata pisah untuk dia yang telah pergi sebelum fajar merekah di ufuk timur. Benar, ia yang tak pernah kujumpai, telah tiada. 

                                                                                                    Jogja, 28 September 2007
Kemarin, 27 September, tepat pada peringatan Santo Vincentius a Paulo. Ingin ku-tari-kan pena biru di atas lembar bergaris. Tapi aku belum mampu putuskan, entah huruf pertama apa yang akan kulukis dalam memulai kisah sendu kepergian si bungsu. Bahkan, sore kemarin, kubuka diari ini tanpa ingin menulis. Berjam-jam kubolak-balikan lembaran-lembaran ini. Sepertinya, pikiran dan jari belum sepakat menentukan tujuan.


Sekarang, aku sedikit tenang untuk merangkai deretan kata pisah:

Perasaan ini sangat dalam,,,,,,
Dikau datang tanpa mengenal dunia,
pun pergi dengan tidak sempat memahami dunia.
Datang dan pergi ibarat bayang yang tak mampu kurangkul.
Hanya sedikit mampu bergumam: “Engkau pernah ada—di antara kami—“

Kehilangan yang mendalam,,,,,,,
Terbayang kini,
jika musim kemarau tiba pasti aku kembali, sejenak.
aku sangat lemah dalam menahan tangis,
saat menemukanmu dalam wujud pusara.

Dengan tulisan “ R I P ” pada bentangan salib
yang mereka letakkan pada ujung atas jenazahmu,
mudah-mudahan cukup meyakinkankan diriku jika kepergianmu sungguh

MENDAMAIKAN…

Requiescat in Pacem: Adik Vincentia Marietta Ngabur….

***
Akhirnya, kami senantiasa sadar bahwa memang kepergianmu sungguh mendamaikan. Damai dalam segala hal. Terima kasih dan syukur karena pernah hadir—di antara kami—senantiasa.




## Suatu hari saat aku kembali membaca tulisan ini, pasti aku ingat bahwa aku pernah merindukanmu sedalam ini ##


GOD, I miss her so damn !!!




Tidak ada komentar: