Rabu, 23 Maret 2011

PRAPASKAH : DI BALIK PERGULATAN SANG GURU


BUAH GETSEMANI


Sebuah film populer, yang sempat menggemparkan dunia, “The Passion of Christ” karya Mell Gibson menggambarkan dengan sungguh dramatis kisah pergulatan Yesus selama dua belas jam terakhir. Film ini mengisahkan secara detail tahap-tahap pergulatan Yesus: mulai dari peristiwa Getsemani sampai penyaliban di bukit Golgota. Pergulatan ini digambarkan layaknya seorang manusia biasa yang sedang menggeluti saat-saat terakhir hidupnya. Bukan tidak mungkin kalau film ini memberikan efek psikis bagi para penonton sehingga larangan menonton pun (untuk range umur tertentu) digemakan di mana-mana.
Dalam kehidupan sehari-hari kadang kisah Getsemani kurang mendapat tempat dalam permenungan pribadi, selanjutnya peristiwa tragis Kalvari-lah yang mendapat perhatian banyak orang. Kita tidak menyadari bahwa justru peristiwa Getsemani itulah yang menentukan makna peristiwa Golgota. Mengapa demikian? Peristiwa Getsemani-lah yang menuntut Yesus untuk memberikan sebuah keputusan guna menjalankan perhentian-perhentian kisah sengsara yang pada akhirnya berpuncak di Bukit Tengkorak itu.
Tulisan reflektif ini mau menggali lebih dalam aspek manusiawi Yesus yakni subyek yang memutuskan sesuatu dan menjalani keputusannya. Yesus sebagai manusa tentu memiliki suatu pertimbangan pribadi mengenai tugas perutusan-Nya. Berhadapan dengan tugas perutusan itu Ia harus memberikan keputusan untuk menerima atau tidak. Di sini, aspek kebebasan Yesus sebagai manusia mendapat tempat. Yesus dengan bebas menentukan pilihan-Nya untuk menjalankan peristiwa salib. Oleh karena itu titik fokus refleksi ini adalah peristiwa Getsemani.

Getsemani sebagai Titik Tolak

"Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki." (Mat. 26,39)

Perkataan yang mengungkapkan kepasrahan Yesus mempunya banyak makna. "Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku. Tafsiran akan frasa pertama perkataan Yesus hendak mengedepankan aspek kemanusiaan Yesus yang sangat keliahatan. Ia mengalami perasaan yang umumnya dirasakan manusia. Takut adalah salah satu unsur utama perasaan manusia. Ia merasa takut dan gelisah menghadapi kematian-Nya. Dalam The Passion of Christ tampak sekali sosok Yesus berjalan mengitari taman itu, duduk, berdiri, dll. Hal ini menunjukkan kegelisahan dan ketakutan yang mendalam akan peristiwa kematian.
tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki." Kalimat ini, meskipun hanya sebuah frase pelengkap atau anak kalimat, tetapi sungguh memberikan pengaruh besar terhadap refleksi teologis. Menurut saya, paling tidak ada dua hal yang disampaikan dari kalimat ini: pertama, Yesus menyatakan kebebasannya dalam menentukan pilihan. Ia memilih untuk memberikan kebebasannya kepada kehendak Bapa-Nya. Dengan demikian, salib merupakan sebuah konsekuensi dari pilihan Yesus sendiri.
Kedua, di sini secara implisit mau dikatakan bahwa kehendak Allah menyelamatkan manusia memang harus melalui peristiwa salib. Yesus pun sadar akan tujuan perutusan-Nya di dunia. Afirmasi Yesus akan kehendak Allah mengindikasikan bahwa peristiwa salib adalah kehendak Allah sendiri.
Tentu saja ayat di atas lebih dalam maknanya jika dibaca sebagai sebuah keseluruhan tanpa harus terpisah-terpisah. Makna perkataan Yesus dapat dipahami sebagai sebuah penyangkalan diri. Ia menyangkal kehendak sendiri dalam menunaikan tugas keselamatan tersebut. Momen ini sungguh menentukan karena dengan keputusan-Nya itu Ia  menjalani adegan-adegan selanjutnya dengan penuh komitmen dan tidak menyerah. Di atas kayu salib pun Ia berdoa untuk mengampuni orang yang telah melakukan penyaliban terhadap diri-Nya.

Makna Kisah Getsemani

Kisah Getsemani sungguh menentukan kisah selanjutnya dalam pergulatan dua belas jam terakhir Yesus. Hal yag penting di sini adalah pengambilan keputusan Yesus dan pelaksanaan keputusan-Nya itu yakni menanggung salib. Nilai yang ingin disampaiakan di sini adalah komitmen.. Tidak jarang dalam kehidupan sehari-hari kita berhadapan dengan situasi yang mengharuskan kita menentukan pilihan dan memberikan keputusan. 

Dalam menjalani hidup sebagai Fransiskan, satu keputusan yang harus diperjuangkan adalah menanamkan komitmen untuk mengikuti jejak Tuhan kita Yesus Kristus seturut Injil (AngBul Pasal I). Pertobatan secara terus menerus memang sebuah usaha pemugaran komitmen tersebut. Yesus dikenal sebagai sosok manusia sejati justru karena komitmen-Nya yang kuat. Kita juga akan mampu menjadi Fransiskan sejati jika kita secara radikal mengikuti nasihat Manusia Injili dari Assisi. 

Mengikuti Injil Tuhan Kita Yesus Kristus bukanlah perkara mudah. Penyangkalan diri yang dipraktikkan dengsn bertobat secara terus menerus tidak serta-merta berjalan dengan lancar. Menanggalkan ke-aku-an diri dan mengenakan Yesus sangat sulit dilakukan. Banyak hal yang memeberikan kemapanan atau kenyamanan diri yang memang sangat sulit untuk ditanggalkan. Dengan mendalami refleksi Getsemani, kiranya terang bagi kita bahwa megikuti Injil Tuhan kita Yesus Kristus harus disertai dengan komitmen yang kuat.

Tidak ada komentar: