Rabu, 02 Februari 2011

Coretan seorang sang Musafir pencari makna hidup.. (catatan murahan)

Dari tepi bibir pantai kutatap jauh menerawang melampaui batas2 lautan. Seakan2 dunia ini bertepi di sana. Di atas garis panjang yang melengkung dan terentang itu, bertengger sang Helios (kata orang Yunani, orang  Flores bilang itu namanya Mentari). Pancaran sinarnya seolah2 kurang tulus menyinari pantai tempat aku duduk dan bermenung. Ia hanya membiarkan separuh raganya menyinari diriku sore itu.... Separuh raganya perlahan mulai tenggelam tertelan garis...

Aku semakin tertegun dan penasaran apakah raga sang Helios sungguh2 tertelan garis?? Pastinya tidak. Menurut pengetahuan dasar ketika masih duduk di bangku SD, sang Didaskolos alias bapak guru mengajarkan bahwa Helios tenggelam untuk terbit di belahan bumi yang lain. Namun, cahaya yang tampak kepadaku mengundang ragaku untuk turut berlayar menggapai sang Helios, “kali aje  gw bisa bersanding di depannya nanti”, anganku dengan memakai bahasa tak berbunyi ala anak Jakarte..Hasrat itu sungguh besar.. aku mau berlayar menuju Helios.

Kembali kuberpikir, memang hasrat itu jika dituruti ibaratnya menggenggam angin, sia2. Seandainya aku mulai berdiri dan menyiapkan sampan lalu berlayar, aku pasti tak akan menggapainya. Ia begitu jauh dan tak terjangkau sampan... Pencarianku tak berujung dan tak bertepi...

Aku, sang musafir pencari makna hidup, sudah memilih untuk berlayar, sungguh. Aku terus dibuntuti masa lalu, masa kini mengajakku tuk berpikir dan tak ayal berorientasi guna berlayar ke masa depan.. Kadang dalam pelayaran itu aku bertanya: untuk apa aku berlayar, padahal berlayar tak punya tujuan?? Aku pernah dijanjikan akan bertemu dengan sang Helios abadi saat aku dapat melampaui batas-batas kehidupan. Aku berlayar dan terus berlayar hanya dengan bermodalkan pengharapan dan tentu dilandasi iman juga sih.. (maaf kepada saudara-saudara atheis). Setidaknya karena sang musafir ini muncul dari kaum Theis, kaum ber-Tuhan, maka selalu kutempatkan sang Chairos pada posisi sentral perjalananku. Aku yakin bahwa memang sekarang Ia hadir dalam perjalananku, tapi tak kelihatan, tanpa kusadari kadang2, bahkan kuabaikan, tapi katanya nanti akan kualami secara nyata ketika telah melampaui batas-batas kehidupan itu… Itulah doping yang memotivasi dan membuatku terus bersemangat untuk mengarungi lautan, berlayar dan terus berlayar… kalau aku tidak berlayar, lalu mengapa aku harus ada di arena yang mengharuskan aku berlayar?? Pertanyaan yang murahan sekaligus tidak berbobot tapi bermakna juga jika direnungkan.. tak ada manusia yang terlempar di dunia ini dan tidak berlayar ke masa depan. Semua manusia memang berlayar… yah.. berlayar dengan sebuah orientasi, sebuah visi dan misi yang jelas..

Lha….. beginilah kalo sang musafir pencari makna hidup menggeluti kehidupannya. Seandainya tidak berkelana, makna hidupnya tergerus dan menguap lenyap tertelan sang waktu- akhirnya hidup itu ABSURD, kata Albert Camus. Kalaupun ia berlayar, ia akan terus bertanya: mengapa aku berlayar?? MENCARI MAKNA HIDUP, jawabnnya…  !! (pephit, ruang Kuliah I stf driyarkara02112010)

Tidak ada komentar: