Rabu, 02 Februari 2011

Struggle For Live

Goresan pena seorang anak dara yang malam dan sedang berkelana di tanah jakarta tanah ibukota..........

Malam ini... sulit bagiku menuliskan entah rasa apa yang sedang kualami. Aku hanya mencoba memaknai hari ini meski tak ada yang harus dimaknai. Makna2 itu tertiup badai kekerasan, terhempas kekejaman, tega banged itu kau lakukan untuk aku dan juga kami. Hanya itu yang kukatakan...Aku tersadar dari mimpi indahku yang seakan2 melupakan kepenatanku dalam hidup ini. “Doel, cepetan....entar barang2nya keburu diambil orang lain”. Mama membangunkan aku. Itulah sepenggal kalimat yang terlontar dari bibir mama sebelum ia berangkat entah ke mana, aku tidak tau. Kata2 itu memang tak asing lagi di telingaku. Kata2 itu menyuruhku untuk segera beranjak, memulung entah kemana tergantung kehendak orang2 membuang rezeki kami ke mana.
Kusiapkan atribut2 andalanku, sebuah karung dan gancu yang memang tinggal satu. Yah,, itu untuk aku. Itu pertanda ibu dan adik sudah berangkat.

Entah mengapa......akhir2 ini sulit menemukan sumber hidup itu. Hari ini aku telat, rupanya pesaing2ku telah merampas rezeki yang telah menjadi targetku.
Sang mentari yang setia menemaniku setiap diriku berkelana, lagi2 menyapaku. Sengatan fajarnya sungguh membangkitkan semangat. Bisanya jika ia menyapaku, karungku telah terisi penuh dan aku pasti tersenyum puas.

Hari ini ceritanya sungguh berbeda. Aku bingung. Tumpukan sampah di tempat2 langgananku telah kosong. Aku sungguh bingung. Aku kecewa. Sesekali menyalahi diri sendiri tapi aku nemci orang2 yg telah merampasnya. Aku sadar bahwa tempat2 itu tidak bertuan. Dengan apa harus kuisi karung ini? Meski dengan perut yang kroncongan aku teus mengais rezeki di sepanjang jalan hingga akhirnya sampai di stasius Senen.
Kulihat dari jauh Amir sedang memasuki pintu stasiun. Tapi tiba2 ia terpental keluar. Dua Pria dengan langkah tegap dan tampang yang super sangar serta sepatu bootnya siap menghantam Amir. Gembel lw... tempat lw bukan disini Gembel!! Dalam sekejap sepatu boot itu telah meninggalkan jejak tak terhapuskan di pipi kiri Amir. Kuamati prasasti itu setia tertempel di pipinya selama satu minggu. Aku sedih melihat Amir menderita. Lagian, dulu, kata teman2ku, dua pria berseragam itu gembel seperti saya. Entah dewi Fortuna apa yang mengubah nasib mereka dan entah setan apa yg membutakan mata hati mereka. Dasar kacang lupa kulit. Amier ditindas!!! aku terperanjat, heran, dan tak habis pikir.

Terima kasih Tuhan, meski karung ini hanya mampu terisi separuhnya aku bersyukur karena ada yang memberikan aku makanan hari ini. Om itu baik sekali. Tiba2 saja ia menghampiriku dan menawarkan makanan. Aku kaget, kog masih ada orang seperti ini di sini. Aku sungguh ada di dunia. Terima kasih Om,,,
Akhirnya di malam yang dingin ini, beralaskan kardus aku mencoba merangkai kata guna menumpaskan rasaku hari ini. Aku bersyukur karena aku pernah dilatih memegang ballpoin dan akhirnya berhasil merangakai pengalamanku dalam deretan kata2 ini.

Aku putus asa, rasanya dunia begitu kejam. Kadang aku menyesal mengapa harus terlahir dari seorang Mama yang tak punya apa2. Aku pun ikut menjadi miskin. Tapi sungguh aku tidak bermaksud mengutuki Mamaku karena toh dia juga terlahir dari nenekku yang tak punya apa2. Aku tidak tahu... sejak generasi siapa rantai sengsara ini bermula. Dan sampai kapan Dewi Fortuna mengubah hidup ini? (Dan apakah anda sekalian mau menjadi Dewi Fortuna bagi mereka?) Kembali ke dalam diri kita karena kita yang memutuskan pilihan kita. (pephit, ofm)

Tidak ada komentar: